PANDUAN UNTUK ORANG TUA / PENGASUH
Dampingi Tumbuh Kembang Anak
Anak tumbuh di era digital dengan peluang besar sekaligus tantangan baru. Orang tua berperan penting memastikan anak berkembang optimal secara kognitif, emosional, dan sosial. Dengan pendampingan yang tepat, anak dapat belajar, berkreasi, serta tetap terlindungi dari risiko di ruang digital.
Proteksi Digital Harus Sesuai dengan Tahapan Usia Anak
Usia menentukan tahap perkembangan anak baik dari segi kognitif, emosional, maupun sosial. Anak usia dini belum mampu memilah informasi yang kompleks, sementara remaja mulai mengeksplorasi identitas diri dan interaksi sosial. Karena itu, perlindungan di ruang digital tidak dapat disamaratakan.
Ketahanan anak dalam menanggapi dampak dari risiko yang dihadapinya di ruang digital berbeda-beda tergantung pada usia dan tahap perkembangannya. Semakin muda usia anak, semakin besar kerentanannya karena belum matangnya kemampuan kognitif, emosional, maupun sosial dalam memahami informasi dan berinteraksi.
Anak Perlu Dibekali Agar Aman di Ruang Digital
Sebelum membiarkan anak menjelajahi ruang digital secara independen, orang tua perlu membekali anak-anak dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tepat. Dengan bekal ini, anak tidak hanya bisa memanfaatkan teknologi untuk belajar dan berkreasi, tetapi juga terlindungi dari berbagai risiko di ruang digital.
Pelajari Kesiapan Anak di Ruang Digital Berdasarkan Usianya
| Usia | Karakteristik | Dampaknya |
|---|---|---|
| 3 - 6 tahun |
|
|
| 7 - 12 tahun |
|
|
| 13 - 15 tahun |
|
|
| 16 - 17 tahun |
|
|
Panduan Orang tua dalam Pengasuhan Anak Di Ruang Digital
Anak-anak kita tumbuh di dunia yang berbeda dengan masa kecil kita dulu. Kalau dulu bermain di lapangan jadi keseharian, sekarang banyak waktu anak dihabiskan di depan layar: belajar, bermain game, atau bersosial lewat media digital. Sebagai orang tua kita bisa berperan mendampingi dan membimbing anak-anak agar tetap aman di ruang digital dan bijak penggunaannya.
Memahami Ruang
Digital Anak
01 Apa yang biasa dilakukan anak di dunia digital ?
Anak bisa belajar dari penyedia layanan berbasis video, suara, atau aplikasi belajar, bermain game, ngobrol dengan teman lewat chat, atau bahkan ikut tren media sosial.
02 Risiko dan peluang
Ruang digital bisa menjadi sumber ilmu dan kreativitas, namun juga punya risiko kalau tidak terkontrol, adanya paparan konten berbahaya, konten kurang pantas yang belum sesuai usianya, perundungan, eksploitasi daring, hingga risiko kecanduan algoritma menjadi risiko nyata yang dihadapi anak.
03 Perkembangan sesuai usia
| Balita – TK | Perlu pendampingan penuh dan mengutamakan kegiatan tanpa layar |
| SD | Mulai belajar tanggung jawab, dan mengutamakan kegiatan tanpa layar, bila anak memang ingin menggunakan gawai, perlu didampingi orang tua secara penuh. |
| SMP – SMA | Lebih mandiri, tapi rentan terpengaruh tren media sosial, tetap butuh diskusi terbuka dengan orang tua/pendamping. |
Kamus Kosakata Dunia Digital
Tren
Sesuatu yang sedang populer dan ramai dibicarakan orang di media sosial. Bisa berupa lagu, gaya, tantangan, atau topik tertentu yang cepat menyebar. Biasanya orang ikut tren agar tidak ketinggalan.
“Video joget itu lagi tren banget di TikTok.”
Screen Time
Jumlah waktu yang dihabiskan seseorang menatap layar gawai (HP, laptop, tablet, atau TV) dalam sehari. Biasanya dihitung otomatis oleh fitur ponsel. Screen time yang berlebihan bisa berdampak pada mata, fisik, hingga kesehatan mental.
“Screen time aku kemarin sampai 8 jam.”
Chat
Percakapan singkat melalui pesan teks di aplikasi digital seperti WhatsApp, Telegram, atau Instagram. Chat dipakai untuk komunikasi cepat tanpa harus telepon. Umumnya berisi balasan singkat dan ringkas.
“Nanti kirim aja lewat chat biar lebih cepat.”
FYP (For You Page)
Halaman rekomendasi di TikTok atau media sosial sejenis yang menampilkan video sesuai minat pengguna. Jika konten masuk FYP, kemungkinan besar akan dilihat banyak orang. Hal ini sering jadi target
kreator konten.
“Konten aku masuk FYP, jadi viewers-nya naik.”
DM (Direct Message)
Pesan pribadi yang dikirim langsung ke akun seseorang di media sosial. Fungsinya untuk komunikasi lebih personal atau membahas hal yang tidak pantas di komentar publik. Biasanya hanya bisa dibaca oleh penerima.
“Coba DM admin kalau ada pertanyaan.”
Tag
Menyebut atau menandai akun orang lain dalam postingan atau komentar di media sosial. Tag sering digunakan untuk memberi kredit, mengundang perhatian, atau membagikan momen bersama.
“Jangan lupa tag aku di fotonya.”
Hashtag
Simbol pagar (#) yang diikuti kata kunci untuk mengelompokkan dan mempermudah pencarian konten. Hashtag membantu sebuah postingan lebih mudah ditemukan oleh pengguna dengan minat serupa.
“Pakai hashtag #BelajarOnline biar gampang dicari.”
Troll
Orang yang sengaja membuat komentar provokatif, menyebalkan, atau merusak diskusi di internet. Tujuannya memancing emosi orang lain agar terjadi perdebatan. Sebaiknya troll diabaikan saja.
“Jangan diladenin, dia cuma troll.”
Spam
Pesan atau konten yang berulang-ulang, tidak penting, atau mengganggu di media digital. Spam bisa berupa iklan, link mencurigakan, atau pesan massal. Sebaiknya jangan dibuka karena berisiko.
“Jangan klik link spam di email.”
Bagaimana Orang Tua Bisa Memastikan Perilaku Daring yang Baik Bagi Anak?
Kajian Dasar UNICEF 2023 menunjukkan bahwa banyak orang tua di Indonesia masih kesulitan mendampingi anak di ruang digital. Sebagian besar hanya fokus pada pembatasan waktu, sementara pemantauan aktivitas daring sering tidak efektif. Tidak semua orang tua mengetahui apa yang dilakukan anak secara daring, bahkan sepertiga menyatakan tidak akan melaporkan perilaku daring negatif kepada pihak berwenang.
“Faktanya, lebih dari separuh anak Indonesia pernah melihat konten seksual di media sosial, tetapi hanya sepertiga yang mendapat edukasi tentang keamanan digital.”
Di sisi lain, anak-anak kerap merasa malu untuk melaporkan pelecehan yang dialami, meski orang tua menyadari adanya risiko serius seperti paparan pornografi dan berbagai bentuk bahaya digital.
Jika Anda Orang Tua atau Pengasuh, Peran Anda Sangat Penting Untuk
Menjaga Anak Tetap Aman di Ruang Digital
Dampingi anak saat berinternet
Buat kesepakatan bersama soal aturan penggunaan gawai
Jaga komunikasi yang hangat dan penuh empati
Serta teruslah membekali diri dengan pengetahuan tentang kekerasan di ranah daring
Pelajari Kajian UNICEF Mengenai Pengetahuan dan Kebiasaan Orang tua dan Anak-anak di Indonesia Di sini
Tips dan Panduan Bagi Orang tua
Pelajari tips sederhana hingga strategi penting untuk mendampingi anak menjelajahi ruang daring dengan aman dan tetap mendukung tumbuh kembang mereka dengan baik.
Bangun Komunikasi Terbuka
Video ini mengajak orang tua, pengasuh, dan anak untuk bersama membangun komunikasi jujur serta penuh kepercayaan. Dengan keterbukaan, kita bisa menciptakan ruang aman di dunia maya. Anak tidak hanya dipandang sebagai pengguna internet, tetapi juga pribadi yang didengar, dihargai, dan dilindungi.
Mengapa Orang tua Perlu Memahami Tahap Perkembangan Anak
Dalam video singkat ini, Najelaa Shihab mengajak orang tua memahami pentingnya mengenali setiap tahap perkembangan anak. Dengan mengetahui apa yang wajar dan tidak wajar di tiap fase, kita dapat mengurangi drama sehari-hari serta mendukung tumbuh kembang anak dengan lebih bijak, penuh perhatian, dan pengertian.
Kesehatan Keluarga
Panduan ini membantu keluarga membangun kebiasaan digital yang sehat, mulai dari mengatur waktu layar, memilih konten positif, hingga menyeimbangkan aktivitas daring dan luring. Dengan langkah ini, anak dapat tumbuh dalam ruang digital yang lebih aman.
Tangkas Berinternet
Membantu orang tua dan anak memahami keamanan serta kewargaan digital melalui lima kompetensi utama: Cerdas, Cermat, Tangguh, Bijak, dan Berani. Dilengkapi kosakata, skenario, dan game interaktif Interland, panduan ini membangun fondasi penggunaan internet yang aman, kritis, dan penuh empati.
Memahami Berbagai Risiko Bagi Anak di Ruang Digital
Adiksi Digital adalah 1 dari 7 Risiko yang Dialami Anak Selama Berselancar di Ruang Digital
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, ruang digital membuka peluang besar bagi kita untuk belajar, berkreasi, dan berinteraksi. Namun, di balik peluang tersebut juga tersimpan berbagai tantangan yang dapat membahayakan tumbuh kembang anak.
Bagian Otak Anak yang Terdampak Karena Adiksi Digital
Neuroimaging finding of the impact of digital addiction on brain
Sumber: Ding et al. (2024), Healthcare, 12(1), 15. https://www.mdpi.com/2227-9032/12/1/15
Berbagai penelitian menunjukan bahwa kecanduan digital mengubah cara kerja dan struktur otak anak, diantaranya adalah:
Kecanduan digital bisa mengganggu bagian area prefrontal otak, sehingga mereka lebih sulit mengendalikan emosi dan fokus belajar.
Bagian otak yang berperan penting dalam mengendalikan perilaku juga terganggu, sehingga anak kehilangan kendali atas penggunaan internetnya.
Kerusakan juga terjadi pada hubungan antara korteks prefrontal dan ganglia basal yang menyebabkan perilaku impulsif dan sulit dikendalikan.
Selain Adiksi Digital, terdapat risiko lain yang paling sering dihadapi anak di ruang digital. Memahami atas risiko ini menjadi langkah awal untuk memastikan ruang digital yang lebih aman bagi anak.
| Risiko | Penjelasan | Contoh |
|---|---|---|
| KONTAK |
|
|
| KONTEN |
|
|
| KECANDUAN DIGITAL |
|
|
| KONSUMEN |
|
|
| KEAMANAN |
|
|
| KESEHATAN |
|
|
| KONDISI FISIK DAN FISIOLOGIS |
|
|
*Ding et al., 2024 doi.org/10.3390/healthcare12010015; **EU, n.d.
betterinternetforkids.europa.eu; ***Wang et al., 2020
doi.org/10.2196/21923.
Risiko-risiko tersebut semakin signifikan dan berdampak nyata terhadap tumbuh kembang anak
Adiksi Media Digital
Anak berada pada fase perkembangan yang rentan untuk terjerat adiksi, terlebih dengan media digital yang memang dirancang mendorong penggunaan terus-menerus.
Jika tidak dikendalikan, penggunaan berlebihan dapat mengganggu perkembangan kognitif, keterampilan berbahasa, serta kemampuan sosial-emosional.
Paparan Konten Berbahaya
Paparan anak terhadap konten berbahaya seperti pornografi atau kekerasan memberi dampak serius bagi tumbuh kembang mereka.
Hal ini dapat memicu perilaku menyimpang, termasuk self-harm, serta meningkatkan risiko munculnya gangguan kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan mendalam.
Risiko Interaksi Online
Risiko juga hadir ketika anak berinteraksi dengan orang lain di dunia digital, seperti eksploitasi seksual (child grooming) maupun cyberbullying. Situasi ini bisa membuat anak sulit menjalin relasi sehat, memicu kegelisahan berlebih, bahkan berpotensi menimbulkan gangguan stres (post-traumatic stress disorder)
Sumber: Schwarzer et al. (2022) Pediatr Res, Hutton et al. (2024) Curr Addict Rep, Andrie et al. (2021) Children, Schmidt et al. (2023) Front Psychol, Nixon (2014) Adolesc Health Med Ther.

